Mengatur Perumahan Berdasarkan RTRW

Tema: Penataan Ruang dan Pertanahan

Oleh : Zuingli Santo Bandaso (Perumnas Panakukang, Makassar)
Tanggal : Selasa, 30 Maret 2010

http://www.mediaindonesia.com/webtorial/klh/index.php?ar_id=NjkwOQ==

KEPADATAN penduduk di daerah perkotaan semakin meningkat setiap tahunnya, utamanya disebabkan oleh besarnya laju urbanisasi penduduk desa ke kota, hal ini mengakibatkan persentase jumlah penduduk kota lebih besar, yakni sebesar 52% di bandingkan dengan persentase jumlah penduduk desa yang hanya sebesar 48% dari total penduduk di Indonesia. Oleh karena itu laju pertumbuhan penduduk di daerah perkotaan akan semakin tinggi dari tahun ke tahun walaupun laju pertumbuhan penduduk secara Nasional beberapa tahun belakangan ini menunjukkan tren penurunan yang positif.

Semakin meningkatnya laju pertumbuhan penduduk di daerah perkotaan merupakan akibat terjadinya desentralisasi pembangunan yang hanya terpusat didaerah perkotaan saja, sehingga dapat di simpulkan bahwa persentase pertumbuhan penduduk perkotaan adalah akumulasi dari persentase jumlah angka kelahiran dan urbanisasi.

Dampak utama yang paling dirasakan akibat dari kepadatan jumlah penduduk di daerah perkotaan yaitu, semakin padatnya pemukiman tempat tinggal serta perluasan daerah permukiman baru dikawasan non permukiman. Lahan yang diperuntukkan untuk hal yang semestinya menjadi Ruang Terbuka Hijau (RTH) atau tempat-tempat publik kini di sulap menjadi kawasan pemukiman yang tumbuh tidak teratur tanpa terkendali yang akhirnya akan menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan sosial, keseimbangan ekosistem dan lingkungan hidup.

Pembukaan perumahan baru dan permasalahannya
Kepadatan penduduk dan angka pertumbuhan ekonomi yang begitu tinggi di daerah perkotaan mengakibatkan tingkat kebutuhan akan perumahan yang layak huni semakin meningkat. Peluang ini ditangkap oleh para pengembang ( developer) untuk membuka lahan baik itu yang benar-benar baru maupun lahan alih fungsi untuk dijadikan kawasan perumahan dengan jenis dan tipe � tipe yang berbeda, mulai dari perumahan berlabel RSS (Rumah Sangat Sederhana) hingga Perumahan yang berlabel Perumahan mewah. Walaupun sebenarnya tujuan pembangunan perumahan ini bertujuan untuk menyediakan tempat yang layak huni bagi penduduk perkotaan yang semakin padat jumlahnya, namun semakin banyaknya pembangunan perumahan ini ternyata memberi dampak buruk baik langsung atau tidak langsung terhadap lingkungan hidup karena tidak direncanakan secara terintegrasi dengan tata ruang wilayah setempat.

Pada dasarnya, pembukaan lahan sebagai kawasan perumahan di daerah perkotaan sangat bermanfaat dengan tujuan agar pemukiman tempat tinggal yang lebih teratur dapat diwujudkan apabila perencanaan dan pengembangannya di dasarkan konsep pembangunan berwawasan lingkungan yang berkelanjutan seperti yang dituangkan dalam Bab 1. Ketentuan umum pasal 1 UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengolahan Lingkungan Hidup yang menyatakan bahwa �Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi kini dan generasi masa depan�. Namun yang terjadi saat ini, yaitu konsep pengembangan lahan yang tidak mengarah pada hal pembangunan berwawasan lingkungan yang berkelanjutan.

Master plan daerah perkotaan belum sepenuhnya menjadi perhatian serius pemerintah sebagai pengambil kebijakan. Perubahan terhadap konsep rencana tata kota senantiasa berubah seiring dengan perubahan struktur organisasi dalam pemerintahan yang memegang kekuasaan. akibatnya perencanaan pembangunan perkotaan yang berkelanjutan sangat sulit diwujudkan , akibatnya kesemrautan pembangunan berdasarkan konsep Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di daerah perkotaanpun tidak dapat dihindarkan,
Pengaturan zonasi tata ruang kota dan pemberian izin atas pemanfaatan ruang provinsi sesuai dengan Permendagri No.50 Tahun 2009 belum sepenuhnya terlaksana dan masih terlihat longgar akibat adanya konflik kepentingan, yang mengakibatkan jumlah perumahan-perumahan baru bermunculan dengan mudahnya tanpa mengedepankan Konsep RTRW dan AMDAL yang pada akhirnya berdampak pada kerusakan lingkungan.

Secara umum konsep pembangunan perumahan saat ini memiliki dua hal yang secara umum menjadi masalah yang sangat mendasar.

1.Konsep Zonasi perumahan di daerah perkotaan
Konsep Zonasi terhadap pembangunan suatu kawasan perumahan sebenarnya bergantung pada Master plan kawasan perkotaan yang memiliki konsep pembangunan berkelanjutan. Masalah yang saat ini sedang terjadi yaitu, adanya alokasi tanah dan ruang yang tidak serasi dengan sarana fungsional lainnya serta kondisi ekologis daerah sekitar. Daerah yang seharusnya disediakan menjadi daerah kawasan Industri, kadang menyelipkan beberapa Perumahan yang sebenarnya peruntukannya untuk kawasan Industri. Lahan yang sebenarnya secara ekologis dapat menjadi daerah hutan hijau yang sangat baik untuk menjadi daerah resapan air dialihkan menjadi kawasan perumahan.

Konsep Zonasi perumahan di daerah perkotaan yang sesuai peruntukannya sebenarnya sangat sulit untuk direalisasikan mengingat hal-hal sebagai berikut :
A.Hampir seluruh lahan di perkotaan merupakan hak milik sah dari masyarakat. Hanya sebagian kecil saja merupakan aset Negara, itupun hanya berupa property seperti kantor pemerintah dan bangunan bersejarah. Akibatnya, pemerintah mengalami kesulitan untuk mengatur tata kota yang bukan merupakan milik pemerintah. Pembebasan lahan untuk membeli tanah masyarakat terhambat oleh anggaran yang dimiliki pemerintah.

B.Seringnya terjadi konflik antar sektor dan antar wilayah administrasi pemerintahan setempat atas penggunaan dan pemanfaatan suatu lahan yang secara tidak langsung menyangkut perebutan pemasukan APBD setiap perbatasan wilayah. Contoh yang kita sering jumpai mengenai pembangunan suatu bandar udara atau kawasan industri yang biasanya terdapat di daerah perbatasan antara dua atau lebih wilayah administratif pemerintah yang berbeda.

C.Belum terarahnya penyebaran kawasan pertumbuhan perekonomian di daerah perkotaan yang cenderung hanya terpusat pada satu wilayah saja sehingga mengakibatkan penumpukan kawasan perumahan yang berdekatan dengan pusat perekonomian.

D.Belum adanya peraturan yang jelas dan tegas yang mengatur pengaturan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan atas tanah untuk mewujudkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah yang mewajibkan setiap pemilik atas tanah harus menggunakan lahannya sesuai dengan peruntukan Tata ruang kota yang telah diatur dalam rencana RTRW pemerintah setempat.

2.Konsep Tata Ruang dalam areal Perumahan
Suatu lahan dijadikan perumahan seharusnya telah melewati tahapan evaluasi kelayakan peruntukan lahan yang sesuai untuk menjadi kawasan perumahan, mulai dari tahapan kesesuaian dengan konsep RTRW sampai pada tahap analisis AMDAL.Hal ini tidak lain bertujuan menciptakan suatu konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.

Konsep Tata ruang dalam areal perumahan saat ini sering mengesampingkan konsep bangunan dan pengaturan tata letak serta kelengkapan fasilitas yang ramah terhadap lingkungan dan menjamin lingkungan yang sehat bagi penghuninya. Pembangunan yang terkesan asal jadi tidak hanya merugikan warga perumahan tapi juga lingkungan sekitarnya.

Adapun hal – hal yang sering menjadi masalah pada konsep tata ruang dalam areal perumahan adalah sebagai berikut :

A. Pola pengaturan tata letak antar bangunan
Pola pengaturan tata letak antar bangunan perumahan saat ini rata-rata memiliki pola bangunan berdempetan satu dengan yang lain tanpa memberikan jarak pemisah antar bangunan sehingga mengganggu kecukupan peredaran udara dan penyinaran sinar matahari. Selain itu faktor kenyamanan dan keamanan penghuni perumahan akan terganggu akan resiko kebakaran yang kapanpun bisa terjadi akibat pola tata letak bangunan ini.

Dampak lain dari pola bangunan seperti ini juga akan cenderung menutupi sebagian besar permukaan tanah yang berdampak pada kenaikan suhu termal lingkungan akibat panas yang dipancarkan oleh sinar matahari tidak dapat diserap sepenuhnya oleh tanah yang telah tertutupi oleh bangunan.

B.Prasarana Lingkungan Perumahan
Perencanaan prasarana lingkungan yang sejalan dengan jenis lahan dan tata ruang suatu perumahan kadang tidak maksimal, sehingga sering menjadi biang sumber pencemaran dan banjir bagi lingkungan sekelilingnya. Tidak tersedianya drainase yang baik serta tempat pembuangan sampah yang khusus mengakibatkan timbulnya banjir pada saat musim hujan akibat volume air yang tidak dapat ditampung dan di salurkan oleh drainase dan alih fungsi drainase menjadi tempat pembuangan sampah akibat tidak tersedianya lahan untuk daerah tempat pembuangan sampah.

Kadang Sarana seperti jaringan air bersih, telpon,dan listrik belum terintegrasi langsung dengan pembangunan suatu perumahan baru. Biasanya sarana ini akan dipasang bertahap pada suatu rentang waktu yang agak lama. Perencanaan pengaturan tata ruang lingkungan perumahan pun akhirnya akan terus terganggu akibat seringnya timbul penggalian tanah untuk pemasangan jaringan prasarana tersebut dan kadang terjadi peminimalan fungsi suatu prasarana sesuai dengan rencana awal. Sebagai contoh, semakin dangkal dan semakin sempitnya drainase akibat penggalian baik untuk pemasangan jaringan listrik maupun air minum.

C.Konsep Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Jumlah perumahan yang tumbuh dengan pesatnya sebagian besar menutupi lahan yang ada di daerah perkotaan. Konsep Ruang terbuka hijau yang di tetapkan dalam peraturan, yakni sebesar 30% di wilayah perkotaan yang terbagi atas 10% RTH privat dan 20% merupakan RTH publik akan sulit tercapai jika pertumbuhan perumahan tidak dapat dikendalikan. Ruang Terbuka Hijau harus tersedia di setiap rumah sebagai back up RTH privat sebesar 10%.

Para developer (pengembang) perumahan kadang melupakan bahkan mengabaikan konsep Ruang Terbuka hijau ini. Proporsi lahan yang disediakan untuk tanaman hijau disetiap rumah dibandingkan luas tanah bangunan sangat kecil. Demikian pula konsep taman di dalam kompleks perumahan kadang dihilangkan mengingat keterbatasan jumlah ruang yang diperuntukkan untuk pemukiman. Para warga perumahan pun kadang masih kurang menyadari akan konsep RTH ini sehingga setiap sisa lahan kosong yang sebenarnya diperuntukkan untuk tanaman, ditutupi dengan bangunan dengan alasan pengefektifan penggunaan lahan bangunan. Akibatnya, lapisan tembok semen lah yang akan lebih mendominasi setiap lahan perumahan dibandingkan tanah terbuka yang dimanfaatkan sebagai Ruang Terbuka Hijau.

Konsep dan Gagasan Penyelesaian
Setelah melihat pemaparan masalah yang mendasar mengenai pengaturan kawasan perumahan yang saat ini sedang terjadi di Indonesia, maka dengan dasar itu pula kita dapat melihat sekaligus menarik benang merah yang selama ini menjadi penyebab timbulnya permasalahan itu sendiri.

Undang �undang yang selama ini dibuat pemerintah, oleh sebagian pengamat dianggap belum dilaksanakan secara tegas di lapangan. Namun sebenarnya kita tidak dapat juga menyalahkan para aparat yang ada di lapangan, sebab terkadang esensi undang-undang tersebut secara kultural historis memang sangat sulit untuk dilaksanakan. Sebagai contoh, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.15 Tahun 2010 tentang peraturan penyelenggaraan penataan ruang. Di dalam salah satu pasal peraturan tersebut diatur mengenai masalah pengaturan Zonasi wilayah. Di Indonesia, hampir semua lahan yang ada di daerah perkotaan adalah milik rakyat yang sah dan hanya sebagian merupakan milik pemerintah. Hal ini mengakibatkan setiap lahan yang dimiliki oleh seseorang akan di manfaatkan sesuai dengan keinginan diri saja tanpa mengacu pada peraturan zonasi wilayah yang telah di tetapkan oleh pemerintah, karena kurang adanya sosialisasi mengenai peraturan zonasi wilayah ini.

Oleh karena itu gagasan untuk menciptakan pembangunan kawasan perumahan yang terintegrasi dengan konsep pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hanya bisa dicapai apabila:
1.Pengaturan Zonasi Wilayah yang tegas terhadap daerah kawasan perumahan yang berintegrasi dan serasi dengan pengembangan kawasan fungsional lainnya, seperti pusat kawasan perindustrian, perkantoran dan lain-lain. Peraturan pemerintah yang tertuang dalam PP No.16/2004 mengenai pola pengelolaan tata guna tanah yang meliputi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah harus diimplementasikan secara tegas di lapangan guna mendukung pengaturan zonasi wilyah untuk mendukung pengaturan RTRW suatu wilayah. Demikian pula perlu dituangkannya dalam suatu peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kedudukannya mengenai rancangan master plan RTRW suatu wilayah dalam kurun waktu yang tidak berubah oleh pola perubahan politik pemerintahan yang berkuasa di setiap periode yang berbeda.

2.Perlunya penambahan Anggaran untuk pemerintah derah untuk akuisisi lahan yang terlanjur dikuasai oleh masyarakat yang terdapat pada wilayah RTRW yang tidak sesuai dengan rencana pengembangannya dengan biaya ganti rugi yang layak. Demikian pula penambahan anggaran untuk akses masyarakat berpenghasilan rendah dalam memperoleh perumahan sederhana yang layak, sehingga kawasan kumuh dapat diminimalkan atau bahkan tidak tumbuh lagi.

3.Pemerintah harus memiliki kewenangan absolut atas penyediaan lahan untuk pembangunan perumahan yang diserahkan kepada developer sebagai pihak pengembang, agar setiap developer tidak sembarangan saja membangun dan membeli tanah langsung dari masyarakat. Pemerintah pun akan lebih leluasa mengatur penataan wilayah dan ruang sesuai dengan konsep RTRW dengan ke wenangan ini. Hal ini harus didukung oleh satu peraturan pemerintah yang dituangkan dalam undang-undang.

4.Sistem tender proyek terhadap suatu lahan untuk dijadikan kawasan perumahan harus di tawarkan ke beberapa developer untuk menjamin tersedianya pengembang perumahan yang kompeten dengan konsep pembangunan perumahan yang ramah terhadap lingkungan dan menjamin kesehatan dan kelayakan huni bagi pemiliknya. Dengan sistem tender ini, diharapkan dapat diperoleh pengembang yang bonafit dan kompeten dan mengurangi jumlah pengembang kelas kakap yang kadang kurang bertanggung jawab terhadap perencanaan pembangunan suatu kawasan perumahan.

5.Perlunya pengawasan pembangunan suatu kawasan perumahan sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk menjamin ketersediaan sarana dan prasarana yang layak bagi setiap penghuninya, dan ketersediaan ruang terbuka hijau yang sesuai dengan ketetapan pemerintah. Demikian juga, perlu di bentuk suatu peraturan yang ditetapkan dalam suatu peraturan perundang-undangan yang ditujukan kapada setiap penghuni perumahan untuk menyediakan beberapa bagian dari lahannya untuk dijadikan taman hidup yang mendukung RTH kawasan privat sebesar 10%.

6.Konsep Pembangunan Rumah susun yang layak dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat , dapat menjadi solusi yang baik untuk mengurangi tingginya persentase penggunaan lahan.

Kesimpulan
Kita harus optimis dalam melakukan perubahan guna pengaturan dan perencanaan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Namun sebaik apapun Konsep yang telah dituangkan diatas tanpa Implementasi dari pemegang kebijakan baik dalam jangka pendek maupun untuk jangka waktu yang panjang, konsep tersebut hanya akan menjadi sekedar tulisan dan gagasan yang tidak berarti. Kesadaran masyarakat pun untuk mendukung pemerintah dalam menciptakan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan tidak kalah pentingnya.

Integritas antara setiap peraturan pun harus ada guna menghindari tumpang tindih peraturan tersebut. Sosialisasi terhadap setiap peraturan harus di perkenalkan kepada setiap warga masyarakat melalui pendekatan-pendekatan sosial budaya maupun melalui jenjang pendidikan sekolah. Peran dan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat adalah hal terpenting dalam mewujudkan konsep di atas dengan melepaskan segala kepentingan yang menguntngkan kepentingan pribadi atau kelompok.(*)

Tinggalkan komentar